A. Ciri-ciri Kitab Hadits Sesudah Abad 3 H
Ciri-ciri kitab hadits sesudah abad 3 H yaitu sebagai berikut:
1. Segi teknik pembukuan lebih sistematik daripada masa-masa sebelumnya.
2. Segi matan dan sanadnya disusun secara tematik.
Perkembangan penulisan hadits sesudah abad 3 H adalah menyusun kembali kitab-kitab hadits terdahulu secara tematik, baik dari segi matan dan sanadnya untuk memudahkan bagi umat Islam untuk mempelajarinya, misalnya Al- Mawdhu’at yaitu menghimpun hadits-hadits yang mawdhu’ (palsu) saja ke dalam sebuah buku, Al-Ahkam yaitu menghimpun hadits-hadits tentang hukum saja sepeti fikih, dan lain-lain.
B. Beberapa Jenis Kitab Hadits
Jumlah hadits yang begitu banyak yang dikumpulkan dari berbagai kitab dari berbagai masa, tidak dapat kita pandang bahwa semua kitab itu sederajat keadaannya. Oleh karena itu, para ulama membagi kitab-kitab hadits, mengingat hadits ada yang shahih, ada yang hasan, dan ada yang dha'if kepada empat tingkat, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat pertama, ialah kitab-kitab shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan Muwaththa' Malik. Di dalam kitab-kitab ini ada hadits-hadits yang mutawatir, ada hadits ahad yang shahih dan ada pula yang hasan.
b. Tingkat kedua, ialah Sunan Abu Daud, Sunan at-Turmudzi, Sunan an-Nasa'i, Sunan Ibnu Majah dan Musnad Ahmad.
c. Tingkat ketiga, ialah kitab-kitab yang di dalamnya banyak terdapat hadits dha'if, baik syadz, mungkar, maupun yang mudltharib.
d. Tingkat keempat, ialah susunan-susunan yang kurang berharga yang dikumpulkan di masa-masa belakangan yang diperoleh dari ahli-ahli kisah, ahli tabligh, ahli tasawuf, ahli sejarah yang tidak adil dan penganut-penganut bid’ah, seperti kitab-kitab Ibnu Mardawaihi, Ibnu Syahin dan Abud Syaik.
Kitab hadits yang dijadikan pedoman oleh ulama hadits adalah tingkatan pertama dan kedua. Kitab-kitab hadits tingkat ketiga, tidak boleh sembarang orang mengambil hadits-haditsnya. Sedang tingkat keempat, tidak diambil oleh para ulama kenamaan kecuali setelah diketahui kualitas sanadnya yang dapat diterima.di antara kitab yang banyak mengambil dari kitab-kitab hadits keempat adalah kitab Ihya 'Ulum Ad-Din karya al-Ghazaly.
Hadits-hadits yang terdapat dalam berbagai kitab Sunan atau Musnad yang tidak diterangkan kualitasnya, hendaknya bagi yang ada kemampuan meneliti, periksalah terlebih dahulu tentang kualitas keshahihannya atau kedha’ifannya. Jika tidak ada kemampuan untuk meneliti, hendaknya mengikuti hasil penelitian para ahli yang telah mengadakan penelitian dan hendaknya dihentikan atau diamalkan jika tidak didapatkan penjelasan dari ulama yang ahli.
Kitab-kitab Hadits sesudah abad 3 H di antaranya yaitu:
1. Kitab Hadits Hukum;
a. Al-Ahkam al-Suhra, al-Asybili (528 H)
b. Umdah al-Ahkam, al-Maqdisi(600 H)
c. Ihkam al-Ahkam, Ibn Daqiq al-Ied (702 H)
2. Kitab Hadits Targhib Tarhib;
a. Al-Targhib wa al-Tarhib, al-Mundziri (656 H)
b. Riyadh al-Shalihin, al-Nawawi (676 H)
3. Kitab Hadits Qudsi;
a. Al-Kalimah al-Thayibah, Ibn Taimiyah (728 H)
b. Hadits Qudsi, Mulla Ali Qari (1041 H)
4. Kitab Jami’ dan jawami;
a. Al-Jami’ baina al-Shahihaini, Ismail Ibn Ahmad (414 H), al-Baghawi (516 H), al-Humaidi al-Andalusi (448 H), al-asybili (582 H), al-Qurthubi (642 H).
b. Tajrid al-Shihah; Ahmad al-Sarqashi (535 H)
c. Umdah al-Ahkam; al-Maqdisi (600 H)
d. Jami’ al-Ushul; al-Jazairi (606 H)
5. Kitab Syarah;
a. Syarh al-Muwatha Malik (Al-Tahmid; Ibn Abd al-Bar, Al-Qabas; Ibn al-Arabi (546 H))
b. Syarh Musnad al-Syafi’I; (Al-Syafi; Ibn al-Atsir (504 H), Syarh al-Musnad; al-Sindi)
c. Syarh Sirah Ibn Hisyam; Muhyi al-Din Abd al-Hamid dan Mushthafa al-Saqa.
d. Syarh Muslim; (Al-Mu’lim fi Fawaidi Muslim; al-Marazi (536 H), Al-Ikmal; al-Qadhi ‘Iyadh (544 H).
C. Kitab-Kitab Riwayat dan Musnad Yang Terpenting
Kitab-kitab hadits berbagai macamnya dan berbagai tingkatannya (tabaqatnya), ada yang dinamakan kitab-kitab Shahih, ada yang dinamakan kitab-kitab Jam'I, ada yang dinamakan kitab-kitab Mu'jam, ada yang dinamakan kitab-kitab Mustadrak, ada yang dinamakan kitab-kitab Mustakhraj, dan ada yang dinamakan kitab-kitab Ajdzas.
Kitab-kitab Shahih melengkapi enam buah kitab, yaitu kitab Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan an-Nasa'i, Sunan at-Turmudzi dan Sunan Ibnu Majah. Dalam pada itu, tidak semua ulama sependapat memasukan Sunan Ibnu Majah ke dalam kitab enam tersebut. Razin dan Ibnu al-Atsir menjadikan al-Muwaththa' kitab yang ke enam. Ibnu Hajar al-Asqalani menjadikan Musnad ad-Darimi kitab yang keenam.
Muwaththa' Malik, menurut para ulama yang memasukkannya ke dalam kitab enam, menempatkan sesudah Bukhari-Muslim. Ulama yang menjadikan kitab Sunan Ibnu Majah kitab keenam, tidak memasukkan kitab Muwaththa' Malik, karena di dalamnya terdapat hadits Mursal serta banyak disebutkan pendapat-pendapat ahli fiqih. Menurut golongan ini, kitab al-Muwaththa' dipandang sebagi kitab fiqih.
Adapun kitab-kitab yang digolongkan ke dalam kitab shahih selain dari kitab enam, sebagaimana yang diterangkan oleh as-Suyuthi, ialah Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H), Shahih Abu Awanah al-Isfarayni (w. 316 H), Shahih Ibnu Haibban al-Busti (w. 354 H), Shahih al-Mukhtaras karya adh-Dhiya' al-Maqdisi (w. 634 H). Masing-masing kitab yang lima ini mempunyai keistimewaan, yang di antaranya adalah:
- Barang siapa yang ingin bertafaqquh (mendalami hukum), maka hendaklah ia mempelajari Shahih al-Bukhari. Karena maksud al-Bukhari dalam menyusun kitabnya, metakhrijkan hadits-hadits yang shahih lagi muttashil dan mengistinbathkan hukum, sirah dan tafsir.
- Barang siapa yang ingin memperoleh kitab yang kurang terdapat di dalamnya hadits-hadits mu'allaq, maka hendaklah dia menghadapi Shahih Muslim. Muslim dalam usahanya bermaksud menyebutkan hadits-hadits shahih saja, tanpa mengistimbatkan hukum.
- Barang siapa yang ingin mengumpulkan hadits-hadits yang telah dipergunakan oleh ahli fiqih untuk menjadi dalil hokum, maka hendaklah dia menuju kepada Sunan Abu Daud. Abu Daud mengumpulkan dalam sunannya hadits shahih dan hasan, yang dapat untuk diamalkan.
- Barang siapa yang ingin menambah ilmu pengetahuannya dalam bidang ilmu hadits atau dalam bidang kaidah-kaidah tahdits, maka hendaklah dia menghadapi Sunan at-Turmudzi.
- Barang siapa yang ingin memperoleh Sunan yang baik penertibannya menurut bab fiqih, maka hendaklah dia mengahadapi Sunan Ibnu Majah.
D. Rumus-rumus Dalam Kitab-kitab Hadits
Di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, kita mendapat beberapa rumus. Perkataan Haddatsana dirumuskan dengan "tsana", dan perkataan Akhbarana dirumuskan dengan "ana". Di dalam Shahih Muslim sering kali kita menemukan huruf Ha untuk menjadi rumus bahwa beliau telah berpindah dari satu sanad ke sanad yang lain apabila hadts itu mempunyai dua sanad atau lebih. Maka karenanya seseorang pembaca Shahih Muslim, haruslah mangatakan Ha kemudian barulah dia meneruskan bacaannya.
Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib menggunakan rumus untuk di isyaratkan kepada nama tokoh-tokoh hadits.
- Untuk mengisyaratkan kepada hadist yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam shahihnya di pakai kalimat “kha’.
- Jika hadits itu bersanad Mu’allaq maka dipakai isyarat kha-t.
- Untuk hadits Al Bukhari yang diriwayatkan kitab Al Adabul dufrad ba-kh.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam kitab Khallqul nil ‘ibad dipakai istilah ‘Ain dan kha.
- Untuk hadits-hadits al Bukhari yang diriwayatkan dalam ju-zul Qir’ah dipakai rumus Zai.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam kitab Raf’ul Yadaini digunakan Ya.
- Untuk hadits-hadits yang dipakai Muslim dipakai istilah mim.
- Untuk hadits-hadits yang oleh Muslim dalam Muqaddamah Shalihnya dipergunakan rumus mim dan qaf.
- Untuk hadits-hadits yang oleh Abu Daud dipakai istilah dal.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam al Marasil dipakai rumus mim dan dal.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam Fadlatul anshar dipakai istilah Shad dan dal.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam kitab An Nasih dipakai istilah kha dan dal.
- Untuk hadits-hadits yang dipakai dalam Al Qadar dipakai qaf dan dal.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam kitab At Tafaud dipakai rumus fa.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam kitab AlMasail dipakai rumus lam.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam Musnad Malik, dipakai rumus Qaf dan dal.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan oleh At Turmudzi, dipakai rumus ta.
- Yang diriwayatkan dalam kitab Asy Syamail dipakai istilah ta dan mim.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan oleh An Nasa’i di¬pakai rumus sin.
- Yang diriwayatkan dalam Musnad Ali dipakai rumus ain dan sin.Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam kitab ‘Amalu mu’min fi lailatin dipakai rumus sin dan ya.
- Yang diriwayatkan dalam kitab khasha-ish Ala dipakai rumus shad.
- Untuk hadits yang diriwayatkan dalam Musnad Malik dipakai rumus kaf dan sin.
- Untuk hadits-hadits yang diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Majah dipakai rumus Qaf.
Jika hadits itu terdapat dalam salah satu kitab induk yang enam niscaya mencukupi dengan menerangkan Raqamnya, dan apabila ke enam-enam kitab pokok itu meriwayatkan hadits tersebut, dipakailah rumus ain.
Tanda : bertindih menunjukkan kepada hadits-hadits yang diri¬wayatkan oleh pengarang-pengarang kitab pokok yang selain dari Al Bukhari dan Muslim.
Orang yang tidak mempunyai Raqam atau rumus, niscaya diterangkan keadaannya supaya berbeda dari pada yang lain.
Demikianlah Ibnu Hajar mempergunakan rumus-rumus dalam kitab Taqribnya itu.
Rumus-rumus yang dipakai oleh As Sayuthi dalam Al Jami’ul kabir dan Al Jami’ushshaghir
As sayuthi dalam kedua kitab itu, mempergunakan rumus-rumus yang tersebut di bawah ini:
Kha untuk Al Bukhari, Mim untuk Muslim.
Qaf untuk Al Bukhari dan Muslim, atau yang disepakati oleh keduanya.
Dal untuk AbuDaud.
Ta untuk At Turmudzi.
Nun untuk An Nasa’i.
Ha untuk Ibnu Majah.
Nomor empat untuk Abu Daud, At Turmudzi, An Nasa’i dan Ibnu Majah.
Nomor tiga, untuk Abu Daud, An Nasa’i dan at Turmudzi.
Ha dan mim untuk Ahmad dalam Musnadnya.
‘Ain dan mim untuk Abdullah ibn Ahmad dalam zawaidnya.
Kaf untuk Al Hakim, tetapi kalau hadits itu bukan diriwa¬yatkan dalam kitab al Mustadrak niscaya diberi ketegasan.
Kha dan dal untuk Al Bukhari dalam Al Adab.
Ta dan kha untuk Al Bukhari dalarn kitab At Tarikh.
Ha dan ba untuk Ibnu Hibban dalam shahihnya.
Tha dan Ba untuk At Thabarani dalam kitab Al Kabir.
Tha dan sin untuk At Thabarani dalam Al Ausath.
Tha, ‘Ain dan Sin untuk At Thabarani dalam As Shaghier.
Shad untuk Said ibn Manshur dalam Sunannya.
Syin untuk Ibnu abi Syaibah.
‘Ain dan ba untuk abdur Razaq dalam Al Jami’.
‘Ain untuk AbuYa'la dalam Musnadnya.
Qaf dan Tha untuk AdDaraquthni.
Kesimpulan
* Ciri-ciri Kitab Hadits Sesudah Abad 3 H
- Segi teknik pembukuan lebih sistematik daripada masa-masa sebelumnya.
- Segi matan dan sanadnya disusun secara tematik
Dari pernyataan di atas kita dapat mengetahui begitu banyak hadits-hadits yang berkembang pada sesudah abad 3 hijriyah dengan metode penlisan masing-masing.
Beberapa Kitab Hadits Sesudah Abad 3 H
02.49 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar