Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

DEFISIEN/DEFEK MORAL

A. Pengertian Moral
Moral dari segi bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Besar Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perkataan dan perbuatan. Selanjutnya moral dalam istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai kehendak, pendapat atau perbuatan secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Selanjutnya pengertian moral dijumpai dalam the Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. Dalamnya dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut :
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara banar dan salah.
3. Ajaran atau gabmar tingkah laku yang baik.
Berdasarkan kutipan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa moral adalah iastilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia denagn nilai atau ketentuan baik atau buruk benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunay baik.
Dalam pembicaraan moral yang digunakan sebagai tolok ukur penentu perbuatan baik atau buruk adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang serta sedang berlangsung di dalam masyarakat, berbeda dengan etika yaitu untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik dan buruk tolok ukurnya adalah akal rasio manusia. Dengan demikian tolok ukur yang di gunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adapt istiadad, kebiasaan dan lainya yang berlaku di dalam masyarakat.


B. Defisien Moral
Defisien/defek moral adalah kondisi individu yang hidupnya de-linquent (nakal, jahat), selalu melakukan kejahatan, dan bertingkah-laku a-sosial atau anti-sosial; namun tanpa penyimpangan atau gangguan organis pada fungsi inteleknya, hanya saja inteleknya tidak berfungsi, sehingga terjadi kebekuan moral yang kronis.
Pribadinya cenderung psikotis dan mengalami regresi, dengan penyimpangan-penyimpangan relasi kemanusiaan. Sikap orang-orang yang defek mentalnya ialah dingin, beku, tanpa afeksi. Emosinya steril terhadap sesama manusia; munafik, jahat, sangat egoistis, self-centered, tidak menghargai orang lain. Tingkah-lakunya selalu salah dan jahat (misconduct); sering melakukan kekerasan, kejahatan, penyerangan. la selalu melanggar hukum, norma dan standar sosial.
Kelemahannya terutama ialah ketidakmampuannya untuk mengenali, memahami, mengendalikan dan melakukan regulasi terhadap emosi-emosi, impuls-impuls dan tingkahlaku sendiri. Mereka itu tidak bisa dipercaya. Kualitas mental mereka pada umumnya rendah.
Pembentukan egonya sangat lemah, sehingga dorongan-dorongan instinktif yang primer selalu meledak-ledak tidak terkendali. Impuls-impulsnya tetap ada pada tingkat primitif. la tidak bisa mengontrol diri, disertai agresivitas yang meledak-ledak dan rasa permusuhan terhadap siapa pun juga.
Di antara penjahat-penjahat habitual dan recidivist yang defek moralnya itu, menurut statistik, lebih kurang 82% disebabkan oleh konstitusi disposisional dan perkembangan mental yang salah. Sedang lebih kurang 18% dari mereka menjadi penjahat disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan. Yang termasuk dalam kelompok defek moral ini ialah anak-anak bubrah dan anak-anak delinkuen (juvenile delinquency).



C. Anak-Anak Bubrah
Anak-anak bubrah (rusak, damaged children) adalah anak-anak dengan perkembangan pribadi yang regresif serta kerusakan pada fungsi intelek, sehingga interrelasi kemanusiaannya menjadi miskin, beku, steril tanpa afeksi; disertai penolakan terhadap super-ego dan hati nurani sendiri, hingga muncul kebekuan moral.
Mereka digolongkan dalam kelompok defek moral. Orientasi-sosialnya rusak. Banyak dari mereka jadi autistis dan psikotis, dengan retardasi mental yang berat. Ada dari mereka yang memperlihatkan gerakan-gerakan yang tipis, yaitu "rocking movements" (gerakan-gerakan goyangan terus-menerus) dibarengi gejala-gejala erotik yang primitif. Mereka mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang buruk, dan sifatnya sangat egoistis. Pada umumnya mereka selalu gelisah, dengan tindakan yang meledak-ledak tanpa kasihan, tanpa ampun, dan tidak mengenal belas kasihan. Hatinya beku membatu, tanpa afeksi sama sekali.
Faktor penting yang menyebabkan anak bubrah ini ialah:
1. terpisahnya mereka dari orang tua pada usia kurang dari 3 tahun; khususnya pisah dengan ibunya; misalnya terjadi pada anak-anak haram tanpa mengetahui ayahnya;
2. anak-anak yang dipelihara di rumah-sakit, rumah yatim piatu dan panti-panti penitipan, dan tidak pernah merasakan kasih sayang. Bahkan mereka mendapat perlakuan yang keras dan kejam, se¬hingga muncul rasa-rasa dendam, agresi, kebekuan emosional dan interrelasi sosial yang sangat miskin.
Anak-anak bubrah ini kebanyakan akan menjadi orang dewasa yang defisien moral. Sebab dari usia yang sangat muda mereka sudah mengalami defek/rusak mental yang permanen, sebagai akibat peng¬aruh lingkungan yang kejam dan buruk. Di kemudian hari, mereka akan mengembangkan kecenderungan-kecenderungan kriminal, di mana ancaman dan hukuman tidak mempan mencegah dan melarang tingkah-laku mereka yang abnormal. Pada mereka itu ada korelasi yang tinggi antara inteligensi yang rusak atau tidak berfungsi dengan defek mental dan defek moral.
Anak-anak bubrah dengan defek moral itu pada umumnya mengalami kekacauan/disorder mental, dan sangat labil kepribadiannya. Ciri-ciri khas anak bubrah dan orang dewasa yang defek moral itu antara lain ialah sebagai berikut:
1. Secara fisik dan organik mereka biasa, normal; tidak berbeda dengan orang normal. Ada yang sangat pandai dan brilliant, pintar berbicara, dan cerdik menarik. Tapi mereka keras kepala, banyak tingkah, tidak bisa diperhitungkan, mudah berubah, dan sangat munafik.
2. Tidak toleran, suka melanggar aturan, disiplin, norma dan otoritas. Mereka jadi penyimpang dan penjahat yang permanen.
3. Sangat sombong, ada over-estimasi (penilaian-lebih) terhadap diri sendiri, tidak tahu malu, dan tidak tahu harga-diri; tidak bisa belajar dan pengalaman-pengalaman terutama kebaikan.
4. Tidak tahu belas kasih, tanpa mengenal afeksi, tidak pernah merasa bersalah atau berdosa, dan mau menang sendiri atau "semau gue". Sangat egosentris, tidak mau memperdulikan hak orang lain. Se-hingga selalu menghina dan menerjang perasaan orang lain dengan perangainya yang sangat kasar.
5. Tidak punya kesadaran bertanggung jawab secara susila. Sejak usia muda mereka sudah belajar mencuri dan melakukan macam-macam kejahatan. Bahasanya jorok kotor, memuakkan. Tingkah-lakunya kasar, a-susila dan berandalan. Sejak kecilnya mereka suka menyiksa dan menyakiti binatang; sesudah besar ia suka menyiksa dan menyakiti kawan-kawannya dan orang luar.

D. Juvenile Delinquency
Juvenile Deliquency (juvenilis = muda, bersifat kemudaan; delin-quency dan "delinquere = jahat, durjana, pelanggar, nakal) ialah anak-anak muda yang selalu melakukan kejahatan, dimotivir untuk mendapatkan perhatian, status sosial dan penghargaan dan lingkungannya.
Mereka itu disebut pula sebagai pemuda-pemuda brandalan, atau pemuda aspalan yang selalu berkeliaran di jalan-jalan aspalan, atau anak-anak jabat nakal. Pada umumnya mereka tidak memiliki kesa¬daran sosial dan kesadaran moral. Tidak ada pembentukan Ego dan Super-ego, karena hidupnya didasarkan pada basis instinktif yang pri-mitif. Mental dan kemauannya jadi lemah, hingga impuls-impuls, dorongan-dorongan dan emosinya tidak terkendali lagi. Tingkah-laku¬nya liar berlebih-lebihan. Fungsi-fungsi psikisnya tidak bisa diinte-grasikan, hingga kepribadiannya menjadi khaotis dan menjurus pada psikotis.
Anak-anak muda delinquent dengan cacad jasmaniah sering dihinggapi rasa "berbeda", rasa inferior, frustasi dan dendam. Maka untuk mengkompensasikan perasaan-perasaan minder itu mereka melakukan perbuatan-perbuatan "kebesaran/grandieus", kekerasan dan kriminal, menteror lingkungan, bersikap tiranik, agresif dan destruktif, merusak apa saja. Semua itu, dilakukan, dengan maksud: mempertahankan harga dirinya, dan untuk "membeli" status sosial serta prestige sosial, untuk mendapatkan perhatian lebih dan penghargaan dari lingkung¬annya.
Sebab-sebab anak-anak muda menjadi delinquent antara lain ialah:
1. Instabilitas psikis.
2. Defisiensi dan kontrol Super-ego.
3. Fungsi persepsi yang defektif.
1. Delinquent karena instabilitas psikis.
Tipe ini banyak terdapat pada anak-anak gadis, dengan sikap yang pasif, tanpa kemauan dan sugestible sifatnya. Biasanya mereka itu tidak memiliki karakter, terlalu labil mentalnya. Emosinya tidak matang, dan inteleknya mengalami retardasi; pada umumnya mereka tidak agresif, tapi kemauan dan karakternya sangat lemah. Sehingga mudah mereka jadi pecandu alkohol, dan obat-obat bius; lalu mudah terperosok pada praktek dan perbuatan-perbuatan immoral seksual serta melakukan pelacuran/prostitusi.
2. Delinquent disebabhan defisiensi dan kontrol Super-ego:
Sebagai akibat dari defisiensi ini muncul banyak agresivitas. Dorongan-dorongan, impuls-impuls dan sikap-sikap bermusuhannya meledak-ledak secara eksplosif seperti pada penderita epilepsi/ayan. Semua ini mengakibatkan defek intelektual, hingga pasien selalu melakukan reaksi yang primitif, yang ditampilkan dalam gejala: tingkahlaku jahat-kejam tidak berperikemanusiaan, dan suka menteror orang lain serta lingkungan.
3. Delinquent karena fungsi persepsi yang defektif.
Mereka itu tahu bahwa perilakunya jahat kriminal, namun mereka tidak menyadari arti dan kualitas dari kejahatannya. Sebab hati nuraninya sudah menumpul, hingga tingkah-lakunya menjadi buas jahat dan kejam kelewat-lewat.

E. Pendidikan Moral Guna Menyelamatkan Generasi Yang Akan Datang
1. Pendidikan moral dalam rumah tangga
a. Pertama-tama yang harus diperhatikan adalah penyelamatan hubungan Ibu-Bapak, sehingga pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya, terutama anak yang masih belum berumur 6 tahun, di mana mereka belum dapat memahami kata-kata dan simbol yang abstrak.
b. Pendidikan moral yang paling baik, terdapat dalam agama, karena nilai moral yang dapat dipatuhi dengan suka rela, tanpa ada paksaan dari luar, hanya dari kesadaran sendiri, datangnya dari keyakinan beragama.
c. Orang tua harus memperhatikan pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya, justru pendidikan yang diterima si anak dari orang tuanyalah yang akan menjadi dasar dari pembinaan mental dan moralnya. Jangan hendaknya orang tua membiarkan pertumbuhan anaknya berjalan tanpa bimbingan, atau diserahkan saja kepada guru di sekolah. Inilah kekeliruan yang banyak terjadi.
d. Pendidikan dan perlakuan orang tua terhadap anaknya hendaknya menjamin segala kebutuhannya, baik fisik maupun psikis dan sosial. Sehingga si anak merasa tenteram, dan hidup tenang tanpa kekecewaan.
2. Pendidikan moral dalam sekolah
a. Hendaknya dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi penumbuhan dan pengembangan mental dan moral anak didik, di samping tempat pemberian pengetahuan, pendidikan keterampilan dan pengembangan bakat dan kecerdasan.
b. Pendidikan agama haruslah dilakukan secara intensif, ilmu dan amal supaya dapat dirasakan oleh si anak didik di sekolah.
c. Hendaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan (pengajaran baik guru, pegawai, buku, peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat lega dan tenang dalam pertumbuhannya dan jiwanya tidak goncang. Dan lain-lain.
3. Pendidikan moral dalam masyarakat
a. Sebelum menghadapi pendidikan anak, maka masyarakat yang telah rusak moralnya itu perlu segera diperbaiki mulai dari diri sendiri, keluarga, dan orang-orang yang dekat di sekitar kita.
b. Mengusahakan supaya masyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari betapa pentingnya masalah pendidikan anak, terutama pendidikan agama.
c. Supaya buku, gambar, tulisan, bacaan yang akan membawa kerusakan moral anak perlu dilarang peredarannya. Semua ini akan merusak mental dan moral generasi muda, yang sekaligus akan menghancurkan masa depan bangsa kita. Dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiah, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, Cet. Ke-4

Kartono, Kartini, Patologi sosial (Gangguan-Gangguan Kejiwaan 3), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003, Cet. Ke-4

Nata, Abudin, Akhlak Tashawuf,

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Lucky Club Casino Site - Get Lucky Club Casino Cuts and Rewards
Lucky Club Casino is one of the top online gambling sites around and boasts a huge library of 카지노사이트luckclub online casino games. You can play at the

Posting Komentar